Pengertian Dan Sejarah
Tahun Baru Hijriah, Serta Hukum Merayakannya
Sangat disayangkan kalau banyak Orang Islam
tidak mengenal Tahun Hijriah secara pasti, apalagi menggunakannya sebagai
ketentuan penanggalan aktifitas. Hal ini dikarenakan kita hidup di alam yang
telah didominasi oleh sistim dan tatanan yang bukan berasal dari Islam. Bahkan,
sekedar tahu terjadi pergantian Tahun baru Hijriah saja lantaran kalender warnanya
merah alias hari libur. Artikel ini bertujuan memberi pemahaman kepada umat
Islam agar tahu sejarah tahunnya sendiri, dan agar memiliki identitas dan
jati diri sebagai orang beragama. Tahun
pertama Hijriah dimulai pada hari Jumat, 1 Muharram yang
bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
1.
Sejarah Penentuan Tahun Baru
Hijriah
sejarah digunakannya sistem
perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin
Al-Khattab r.a. Salah
satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang
mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu
bermusyawarah dengan para sahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan
momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw. sebagai awal mula
perhitungan tahun dalam Islam.
Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon
sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama
bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka
sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai
bulan ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik
acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw.. Bukan bulan
dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat, beliau dan Abu Bakar
r.a.hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban,
atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi
yang pasti bukan di bulan Muharram.
Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.
2. Alasan Muharram Dijadikan Bulan Pertama
Penting untuk dicatat disini
adalah pilihan para shahabat menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik
tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun
kelahiran Nabi saw.? Mengapa bukan berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi
Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun Al-Qur’an turun pertama kali?
Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan
tahun terjadinya pembebasan kota Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun
terjadinya haji Wada’ (perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan
tahun meninggalnya Rasulullah SAW.?
Jawabannya adalah karena
peristiwa hijrah itu menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi
sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak
peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya
pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar
hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan
pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya
mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan
negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international.
Kondisi itu terus berlangsung
hingga umat Islam melewati masa-masa yang panjang setelah wafatnya beliau, masa khualfaur-rasyidin, masa
khilafah Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah dan masa khilafah Bani Utsmani. Wilayahnya membentang
dari Maroko hingga Marauke di mana separuh bulatan muka bumi menjadi sebuah
negeri yang satu, daulah
Islamiyah.
Hingga kemudian semua itu
berakhir pada abad 20 Masehi (abad 14 hijriyah) dengan
ditumbangkannya khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924 oleh Musthapa Kemal Ataturk. Seorang pemimpin boneka yang bekerja di bawah perintah
zionis Yahudi dan
konspirasi jahat international. Seiring dengan tumbangnya khilafah Islamiyah
terakir, umat Islam yang berjumlah 1,5 milyar di muka bumi ini tidak lagi punya
satu pemimpin, tidak punya badan hukum dan tidak punya khilafah. Semua hidup di
bawah tekanan pemerintahan boneka masing-masing yang kecil, lemah, miskin,
tertekan dan tertindas di bawah hegemoni mantan penjajahnya.
Bersamaan dengan itu, isi
perut bumi mereka serta kekayaan alam lainnya dikuras habis oleh para musuhnya
tanpa setitik pun perlawanan yang berarti. Hukum dan undang-undang yang berlaku
tidak lain adalah produk sampah para penjajah. Kurikulum pendidikannya telah
melahirkan anak-anak generasi
yang mising link serta jauh dari atmosfir Islam.
Semua ini adalah tantangan
berat yang harus dilalui oleh kita yang hidup di masa sekarang ini. Dan sejak
meninggalkan tahun 1400 hijryah, sudah dicanangkan oleh Rabithah Alam Islami
bahwa abad ke-15 hijriyah adalah abad kebangkitan Islam. Masuk tahun baru ini, kita
sudah melewati kuartal pertama dari abad 15 hijriyah. Sudahkah tanda-tanda
kebangkitan itu nampak? Kita bisa menilainya masing-masing.
3.
Tentang Merayakan Tahun Baru
Hijriah
Secara fiqih Islami, tidak ada
perintah secara khusus dari Rasulullah saw. untuk melakukan perayaan
penyambutan tahun baru secara ritual. Bukankah penetapan sistem kalender Islam
baru saja dilakukan di masa khalifah Umar
bin Al-Khattab r.a.? Selain itu
memang kami tidak mendapati nashyang
sharih tentang ritual khusus penyambutan tahun baru, apalagi dengan i’tikaf,
shalat qiyamullailatau zikir-zikir tertentu. Kalau pun ada,
hadits-haditsnya sangat lemah bahkan sampai kepada derajat maudhu’ dan mungkar
hadits.
Namun bukan berarti kegiatan
penyambutan tahun baru itu menjadi terlarang dilakukan. Sebab selama tidak ada nash yang mengharamkan secara langsung dan
kegiatan itu tidak terkait langsung dengan ibadah ritual yang diada-adakan,
hukumnya hala-halal saja. Terutama bila kegiatan itu memang punya manfaat besar
baik secara dakwah Islam maupun syiarnya. Yang penting jangan sampai
menimbulkan salah interpretasi bahwa tiap malam satu Muharram disunnahkan qiyamullailatau beribadah ritual secara khusus di masjid. Sebab hal itu akan
menimbulkan kerancuan (fitnah) dikemudian hari yang harus diantisipasi.
4.
Kemuliaan Muharram
a. Salah kaprah dalam penyambutan
Tahun Baru Hijriah masih banyak
terjadi. Karena bulan Muharram
adalah bulan suci bagi kaum muslimin, maka sebagian orang menjadikannya sebagai
hari besar yang harus diperingati. Sehingga sebagian kaum muslimin melakukan
berbagai ritual untuk memperingati dan merayakannya. Ada yang lebih parah
dari itu bahwa sebagian mereka melakukan acara-acara yang pada hakekatnya
adalah syirik.Seperti yang
terjadi di daerah Yogyakarta, budaya larung sesaji bulan Muharram, di Surakarta
ada arak-arakan kerbau yang bernama Kiai Slamet, di Gunung Lawu ada ritual
khusus yang dilakukan oleh sebagian orang di malam tanggal satu Muharram atau
lebih dikenal dengan Malam Satu Sura, dan masih ada
segudang contoh yang lain. Ini membuktikan betapa tingginya tingkat kebodohan
umat, sehingga mereka terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan yang begitu dalam.
b. Sikap yang tepat adalah
menyambut tahun baru Hijriah ini dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah,
mengintrospeksi diri, melakukan pembenahan dan pembaruan terhapap amal-amal
perbuatan kita yang rusak, dan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia;
terutama keluarga, mulai istri, anak-anak, dan karib kerabat. Karena seseorang
akan dimintai pertanggung jawaban nanti hari kiamat tentang mereka. Allah
berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6). Selain
itu, hendaknya kita melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada kita
dengan sebaik-baiknya, karena nanti di hari kiamat, anggota tubuh seseorang
akan berposisi sebagai musuh baginya. Yaitu ketika Allah menutup mulut seorang
hamba lalu tangan dan kaki dan anggota tubuh lainnya berbicara mengungkapkan
apa yang pernah dilakukannya. Allah berfirman, “Sehingga apabila mereka
sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi
terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata
kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’ Kulit mereka
menjawab. ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan
kami pandai (pula) berkata’, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang
pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Kamu sekali-kali tidak dapat
bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu
bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu
kerjakan’. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka
terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu
termasuk orang-orang yang merugi.” (Ash-Shaffat:
20-23). Pada Al-Qur’an terjemahan Depag diterangkan bahwa mereka itu
memperbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa Allah
tidak mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa
pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak
atas perbuatan mereka.
c. Hakekat Tahun baru. ketika
satu tahun berlalu, berarti satu tahun lebih dekat dengan kuburan. Hendaknya kita berupaya menjadikan setiap tahun lebih baik daripada
tahun yang sebelumnya. Pada hakekatnya, satu tahun berlalu, berarti satu tahun
lebih dekat dengan kuburan. Maka, hendaknya kita mempergunakan sisa waktu
dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan ketaatan kepada
Allah. Sesungguhnya dunia tidak akan sejahtera kecuali dengan tegaknya
agama. Kemuliaan, keagungan, dan ketinggian derajat tidak akan diperoleh
kecuali bagi orang yang tunduk, patuh, dan berendah diri di
hadapan Allah. Keamanan serta kedamaian tidak akan terwujud kecuali dengan
mengikuti konsep para Rasulullah SAW.
d. Puasa Sunnah Muharram. Nabi saw. menganjurkan
umatnya untuk mengerjakan puasa pada bulan Muharram yang mulia, yaitu puasa
sunah pada tanggal sepuluhnya. Dan, puasa ini adalah puasa yang paling afdhal setelah puasa
Ramadhan. Kemudian, untuk menyelisihi kaum Yahudi yang juga
berpuasa di tanggal sepuluh bulan tersebut, maka Nabi Shallallaahu
Alaihi Wasallam mengisyaratkan untuk berpuasa pula pada tanggal
sembilannya. Dan, puasa sunah bulan Muharram, akan menghapus dosa-dosa setahun
sebelumnya. Rasulullah saw. bersabda: yang artinya Puasa
hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun
yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975).
“Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Arti dan Makna Tahun Baru
Islam Hijriah
Tahun
baru Islam hijriah memberikan arti dan makna tersendiri bagi umat Islam.
Pasalnya, jika warga dunia merayakan tahun baru dengan penanggalan masehi, umat
Islam menyambut tahun baru Islam menggunakan penanggalan hijriah.
Sebelum
mengetahui lebih lanjut mengenai arti dan makna tahun baru Islam hijriah, kita
coba ulas tentang apa tahun baru Islam dan bagaimana sejarah tahun baru Islam?
Jika kita sudah mengetahui apa dan sejarah tahun baru Islam, maka selanjutnya
kita akan mudah memaknai arti tahun baru Islam.
Apa
itu tahun baru Islam?
Tahun
baru Islam adalah pergantian tahun dalam Islam menggunakan perhitungan bulan.
Tahun baru Islam dihitung sejak Nabi Muhammad Saw hijrah dari Mekah menuju
Madinah sehingga penanggalan dalam Islam dinamakan Hijriah.
Berbeda
dengan penanggalan nasional dan dunia pada umumnya menggunakan perhitungan
Masehi dengan sistem matahari dan dimulai pada zaman Nabi Isa As.
Tahun
baru Islam dalam tradisi Jawa disambut dengan awal bulan satu Suro. Dalam Jawa,
malam 1 Suro identik dengan nuansa mistis yang dipercaya menjadi malam yang
disukai mahkluk gaib.
Jadi,
bisa disimpulkan bahwa tahun baru Islam adalah pergantian tahun umat muslim
yang menggunakan metode penanggalan bulan (qomariyah) dan dimulai sejak Nabi
Muhammad Saw hijrah dari Mekah ke Madinah.
Sejarah
tahun baru Islam
Sejarah
tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun. Hal
ini tidak lepas dari fakta sejarah pada zaman sebelum Nabi Muhammad,
orang-orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai apa saja, tetapi hanya
menggunakan hari dan bulan sehingga membingungkan.
Sebagai
contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad lahir pada tahun Gajah. Hal ini menjadi
bukti bahwa pada waktu itu kalangan umat Arab tidak menggunakan angka dalam
menentukan tahun sehingga membingungkan.
Berawal
dari sini, pada sahabat berkumpul untuk menentukan kalender Islam, salah satu
di antaranya yang hadir adalah Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan
Thalhan bin Ubaidillah.
Mengenai
sejarah kalender Islam, mereka ada yang mengusulkan kalender Islam berdasarkan
hari kelahiran Nabi Muhammad, ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad diangkat
sebagai rasul.
Namun,
usul yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau
mengusulkan agar kalender hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad
dari Mekah dan Madinah.
Dari usul
Ali inilah sejarah kalender Islam pertama kali dibuat dan sejarah tahun baru
Islam pada mulanya ada.
Arti
tahun baru Islam
Jika
menengok sejarah tentang lahirnya kalender Islam pertama kali, tentu arti tahun
baru Islam menjadi meomentum pergantian tahun Islam dari tahun satu ke tahun
berikutnya, misalnya dari tahun baru Islam 2014 menuju tahun baru Islam 2015
menuju tahun baru Islam 2016 dan seterusnya.
Tahun
baru Islam memiliki arti tersendiri bagi umat muslim untuk merayakan tahun baru
Islam dengan berbagai aktivitas Islami dan hal-hal yang bernilai positif. Bagi
orang Jawa, tahun baru Islam bersamaan dengan malam satu Suro disambut dengan
berbagai perayaan tirakat, begadang sampai pagi, dzikir, dan hal-hal yang
dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Arti
tahun baru Islam pada masing-masing orang tentu berbeda. Tapi, secara global
arti tahun baru Islam diharapkan bisa memberikan angin baru bagi segenap umat
Muslim untuk berbuat lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Makna
tahun baru Islam
Makna
tahun baru Islam bahwa Nabi Muhammad hijrah dari Mekah menuju Madinah merupakan
peristiwa penting lahirnya Islam sebagai agama yang berjaya.
Dari
peristiwa hijrah, Islam berkembang pesat di Madinah yang pada akhirnya
berkembang dan meluas hingga ke Mekah dan daerah-daerah sekitarnya. Nabi
Muhammad sendiri berhijrah bukan tanpa alasan, tetapi mendapatkan wahyu
sekaligus bentuk respon untuk menanggapi sikap masyarakat Arab yang kurang
berkenan dengan ajaran Islam.
Dampak
dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad ini, Islam mulai menunjukkan taringnya dan
negara Islam (daulah Islamiyah) terbentuk. Daulah Islamiyah pada zaman Nabi
sangat menjunjung tinggi toleransi yang termaktub dalam Piagam Madinah.
Tahun
baru Islam Hijriah jatuh pada tanggal 1 Muharram dan umat muslim di Indonesia
biasanya merayakan dengan berbagai agenda, seperti pawai obor atau semacam
takir keliling, pengajian, hingga memaknai tahun baru Islam dengan
agenda-agenda yang mengkolaborasikan budaya Jawa.
Akhirnya,
saya hanya ingin mengatakan satu hal saja mengenai makna tahun baru Islam.
Bahwa, puncak kejayaan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi
segenap alam semesta) yang membawa kebenaran, kebaikan, mengajarkan cinta dan
kasih sayang, dan simbol lahirnya keadilan dimulai dari peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah yang dijadikan sebagai peletak dasar
kalender Islam Hijriah.
Oleh
karena itu, mari kita merayakan dan memaknai tahun baru Islam dengan
menyebarkan kebaikan, cinta, dan kasih sayang kepada segenap makhluk Allah di
alam semesta.